Rabu, 05 September 2012

Visit Jogja Year 2012


Visit Jogja Year 2012

Juli 14, 2010
 
Quantcast
Dunia pariwisata merupakan sebuah lingkup kegiatan kepariwisataan yang dituntut untuk selalu aktif dan berubah, selalu kreatif dan memiliki daya saing serta daya tarik agar penikmat pariwisata tidak jenuh. Oleh sebab itu Dinas Pariwisata DIY selalu berinisiatif dan berinovasi untuk menjadikan Jogja sebagai kota pariwisata yang menyuguhkan berbagai atraksi wisata dan daya tariknya.
Selasa, 13 Juli 2010 Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan “Semiloka Koordinasi Perencanaan Program Kegiatan Kepariwisataan DIY tahun 2011 dan 2012 untuk menuju visit Jogja Year 2012”. Dalam kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Santika Lantai.2 Jln. Jendral Sudirman no.19 ini diikuti oleh berbagai kalangan pelaku wisata diantaranya Gusti Prabu dari Kraton Yogyakarta, Kepala Dinas Pariwisata 4 kabupaten dan satu kota di Jogja, perwakilan hotel, perwakilan penerbangan di Jogja, wartawan/media, museum di Jogja, desa wisata, dan beberapa kelompok pelaku wisata lainnya. Alhamdulillah penulis juga mendapatkan sebuah kesempatan, diundang mengikuti kegiatan tersebut sebagai salah satu wakil dari desa Wisata Nglanggeran.

Dalam semiloka ini dimoderatori oleh bapak Tazbir, SH.M.Hum kepala Dinas Pariwisata DIY dan diisi oleh 3 pembicara yang kompeten tentang pariwisata serta pendukung kepariwisataan, yaitu:
1. Prof. Wiendu Nuryanti, Ph.D
Ketua Badan Pengembangan Industri Pariwisata Yogyakarta/BPIPY
Pengajar di Magister Arsitektur dan Perencanaan Pariwisata, Program Pasca Sarjana, Fakultas Teknik UGM
2. H. Setyo Wibowo, SE (Ketua Komisi B DPRD Yogakarta)
3. Wibowo (Kepala Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata)
Dalam sambutan pembuka, Kepala Dinas Pariwisata DIY menyampaikan maksud dan tujuan dilakukannya koordinasi perencanaan program kepariwisataan tersebut untuk menjadikan Jogja semakin diminati wisatawan. Dan agar tercapainya hal tersebut maka perlu dilakukan kerjasama antar sektor dalam pemerintahan dan juga peran masyarakat dan pelaku wisata. Beliau berkata “Program Pariwisata ini milik kita bersama jadi harus dilakukan secara bersama-sama”. Hal itu juga diperkuat oleh salah satu peserta semiloka bahwa pariwisata bukan milik dinas pariwisata, bukan milik pemerintah saja namun milik semua masyarakat dan pelaku pariwisata. Sehingga untuk mencapai pariwisata yang baik harus ada kesadaran dan kerjasama dari masing-masing elemen masyarakat dan pelaku wisata.
Dalam paparannya, Prof. Wiendu yang sering disebut juga “Ibu Pariwisata” menyampaikan bahwa tujuan “Visit Jogja” tidak hanya menerima tamu/wisatawan dalam jumlah besar dalam tahun tertentu namun juga lebih ke peningkatan dari objek dan pembenahan diri dari kualitas pariwisata tersebut. Sehingga semakin hari akan ada perubahan kualitas yang semakin baik serta adanya kreativitas-kreativitas untuk menarik wisatawan sehingga menghindarkan dari “keletihan pariwisata”. Selain itu beliau juga menyampaikan adanya segudang kekuatan yang ada di Jogja, antara lain kebudayaan, keindahan alam, banyaknya tempat bersejarah, pusat batik, didukung fasilitas hotel yang lumayan baik, desa wisata,dll. Dengan adanya kekuatan/kelebihan itu perlu kita syukuri dan harus melakukan upaya pelestarian dan pengemasan yang lebih baik lagi.
H.Setyo Wibowo S.E dari komisi B DPRD dalam paparannya juga mendukung kegiatan “Visit Jogja Year 2012” dan akan melakukan koordinasi yang intensif dengan Dinas Pariwisata DIY serta melakukan pembahasan-pembahasan di DPRD untuk masalah dana penunjang dari “Visit Jogja Year 2012”. Dalam paparannya beliau juga menyampaikan masukan kepada Kepala Dinas Pariwisata DIY untuk bisa lebih baik lagi melakukan koordinasi dengan Kepala Dinas dari 4 kabupaten dan satu kota yang ada di Yogyakarta agar terwujud sebuah sinkronisasi menuju “Visit Jogja 2012”. Bapak H.Setyo Wibowo S.E menambahkan perlu adanya keberanian untuk melakukan terobosan-terobosan baru terkait keparwisataannya agar pariwisata di Jogja lebih bisa baik lagi.
Pak Wibowo (Kepala Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata) menyampaikan untuk bisa mengakses dana APBN yang dapat digunakan dalam peningkatan pariwisata di DIY harus menyesuaikan dengan program pemerintah yang ada di pusat. Dan dari daerah sebaiknya membuat program-program yang dapat mendukung program itu agar ada kerjasama dalam hal pelaksanaan programnya. Ada 11 prioritas nasional kabinet Indonesia Bersatu II, diantaranya :
  1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
  2. Pendidikan
  3. Kesehatan
  4. Penanggulangan Kemiskinan
  5. Ketahanan Pangan
  6. Infrastruktur
  7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha
  8. Energi
  9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
  10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik
  11. Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi
Prioritas lainnya
  1. Bidang Politik, Hukum  dan Keamanan
  2. Bidang Perekonomian
  3. Bidang Kesejahteraan Rakyat
Untuk pengembangan pariwisata dan kebudayaan bisa masuk pada urutan no 11. Beliau juga menyampaikan proritas nasional lainnya di Bidang Kesra antara lain :
  1. Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara sebesar 20% secara bertahap dalam 5 tahun;
  2. Promosi 10 destinasi pariwisata Indonesia melalui saluran pemasaran dan periklanan yang kreatif dan efektif;
  3. Perbaikan dan peningkatan kualitas jaringan prasarana dan sarana pendukung pariwisata;
  4. Peningkatan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk mencapai tingkat mutu pelayanan dan hospitality management yang kompetitif di kawasan Asia
Harapan penulis dengan adanya “Visit Jogja Year 2012” bisa menjadikan pariwisata Jogja semakin diminati wisatawan dan lama tinggal wisatawan di Jogja menjadi lebih lama sehingga berdampak memberikan kesejahteraan masyarakat. Harapan penulis juga agar Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba dan Desa Wisata Nglanggeran yang dirintis kelak menjadi sebuah kawasan wisata yang diminati banyak wisatawan untuk membantu Jogja lebih istimewa lagi.
Tetap semangat dan terus berkarya. (Sugeng Handoko)

Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)


PARIWISATA BERKELANJUTAN : Prinsip-Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

 “Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat”
(Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)
“Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat”
(Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.
Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap sebagai ‘resep’ pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
1. Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.
2. Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
3. Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4. Penggunaan Sumber daya yang berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.
5. Mewadahi Tujuan-Tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.
6. Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use).
7. Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal.
8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9. Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.
10. Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.
Sumber:
Bater, J. et al.
(2001) Planning for Local Level: Sustainable Tourism Development, Canadian Universities Consortium: Urban Environmental Management Project Training & Technology Transfer Program, Canadian International Development Agency (CIDA).
Source: http://www.p2par.itb.ac.id

Kualitas Destinasi Pariwisata dan Sapta Pesona


Kualitas Destinasi Pariwisata dan Sapta Pesona

QuantcastKualitas Destinasi Pariwisata
Apabila suatu destinasi berupa daerah, resort, kawasan, atau objek dikembangkan, maka kedatangan wisatawan akan meningkat. Peningkatan dari waktu ke waktu terjadi sangat nyata. Pada umumnya perkembangan ini mengalami 4 (empat) tahap.
  1. Tahap pertama merupakan awal dari perkembangan, ditandai dengan jumlah wisatawan, tetapi kurang signifikan.
  2. Pada tahap kedua, jumlah wisatawan meningkat tajam.
  3. Tahap ketiga, Perkembangan jumlah wisatawan mulai melambat atau boleh dikatakan berhenti pada tahap ketiga. Pertumbuhan yang melambat ini bisa disebabkan karena terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Terjadinya pertumbuhan jumlah wisatawan yang menurun bisa juga disebabkan karena mulai terjadi kejenuhan pasar wisata sebagai akibat ketidak puasan wisatawan terhadap pelayanan dan kualitas daya tarik wisata.
  4. Tahap keempat,  mulai terjadinya kerusakan pada daya tarik wisata. Kondisi seperti ini disebut daya dukung lingkungan pariwisata telah terlampaui. Pada saat demikian ini, upaya pembinaan pariwisata sangat diperlukan. Proses ini akan berulang terus.
Pada hakekatnya kualitas daya tarik wisata dipengaruhi oleh daya dukungnya. Daya dukung pariwisata ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jumlah wisatawan, aktivitas wisatawan, intensitas, pengaruh wisatawan, kualitas dan daya pulih secara alami serta tingkat pengelolaan.
Untuk dapat mempertahankan keaslian, keutuhan, dan kelestarian daya tarik wisata, pola pengembangan kepariwisataan alam didasarkan pada potensi dasarnya. Semakin rentan suatu kawasan, seperti desa wisata, cagar alam, suaka margasatwa, atau taman nasional, maka pengembangnnya harus berdasar potensi dasarnya tersebut.


Sapta Pesona
Pengembangan berdasarkan potensi dasar, kemungkinan tidak dapat menghasilkan jumlah kunjungan wisatawan yang banyak dan meningkat tajam. Tetapi wisatawan berkunjung jumlahnya relatif sedikit dengan segmen yang kecil. Wisatawan yang berkunjung ke daya tarik desa wisata tersegmentasi yaitu pada wisatawan minat khusus. Perjalanan wisatawan yang demikian menginginkan suatu perjalanan yang berkualitas. Wisatawan akan dapat secara langsung kontak secara mendalam dengan objek alam atau masyarakat setempat. Sebagai konsekuensi pola perjalanan yang demikian adalah perjalanan yang lama sehingga secara tidak langsung meningkatkan lama tinggal wisatawan (length of stay). Barangkali perjalanan yang demikian menimbulkan belanja harian wisatawan (tourist expenditure) yang rendah namun mempunyai manfaat meningkatkan peluang kerja dan peningkatan penyebaran pembangunan yang lebih luas dan merata. Sebab in route benefit dari perjalanan wisatawan ke objek dan atraksi alam lebih banyak dan beragam.

Unsur-unsur Sapta Pesona
Sapta pesona merupakan sebutan bagi 7 unsur pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata di Indonesia. Sapta Pesona terdiri dari:
  1. Aman.
  2. Tertib.
  3. Bersih.
  4. Sejuk.
  5. Indah.
  6. Ramah.
  7. Kenangan.
 1.          Aman (Keamanan).
Tujuan: menciptakan lingkungan yang aman bagi wisatawan dan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, sehingga wisatawan tidak merasa cemas dan dapat menikmati kunjungannya.
Bentuk Aksi:
  1. Tidak mengganggu wisatawan.
  2. Menolong dan melindungi wisatawan.
  3. Bersahabat terhadap wisatawan.
  4. Memelihara keamanan lingkungan.
  5. Membantu memberi informasi kepada wisatawan.
  6. Menjaga lingkungan yang bebas dari bahaya penyakit menular.
  7. Meminimalkan resiko kecelakaan dalam penggunaan fasilitas publik.

2.          Tertib (Ketertiban)
Tujuan: Menciptakan lingkungan yang tertib bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu nenberikan layanan teratur dan efektif bagi wisatawan.
Bentuk Aksi:
  1. Mewujudkan budaya antri.
  2. Memelihara lingkungan dengan mentaati peraturan yang berlaku.
  3. Disiplin/tepat waktu.
  4. Serba teratur, rapi dan lancar.
  5. Semua sisi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat menunjukkan keteraturan yang tinggi.
3.          Bersih (Kebersihan)
Tujuan: Menciptakan lingkungan yang bersih bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan higienis bagi wisatawan.
Bentuk aksi:
  1. Tidak membuang sampah/limbah sembarangan.
  2. Turut menjaga kebersihan sarana dan lingkungan daya tarik wisata.
  3. Menyiapkan sajian makanan dan minuman yang higienis.
  4. Menyiapkan perlengkapan penyajian makanan dan minuman yang bersih.
  5. Pakaian dan penampilan petugas yang bersih dan rapi.
 4.          Sejuk (kesejukan)
Tujuan: menciptakan lingkungan yang nyaman bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang nyaman dan rasa ”betah” bagi wisatawan, sehingga mendorong lama tinggal dan kunjungan lebih panjang.
Bentuk aksi:
  1. melaksanakan penghijauan dengan menanam pohon.
  2. Memelihara penghijauan di daya tarik wisata serta jalur wisata.
  3. Menjaga kondisi sejuk dalam ruangan umum, hotel, penginapan, restoran, alat transportasi dan tempat lainnya.
 5.          Indah (Keindahan)
Tujuan: Menciptakan lingkungan yang indah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang menarik dan menumbuhkan kesan yang mendalam bagi wisatawan, sehingga mendorong promosi ke kalangan/pasar yang lebih luas dan potensi kunjungan ulang.
Bentuk aksi:
  1. Menjaga keindahan daya tarik wisata dalam tatanan yang harmoni dan alami.
  2. Menata tempat tinggal dan lingkungan secara teratur, tertib, dan serasi serta menjaga karakter lokal.
  3. Menjaga keindahan vegetasi, tanaman hias dan peneduh sebagai elemen estetika lingkungan yang bersifat natural.
 6.          Ramah (Keramahtamahan)
Tujuan: Menciptakan lingkungan yang ramah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang akrab, bersahabat serta seperti di ”rumah sendiri” (at home) bagi wisatawan, sehingga mendorong minat kunjungan ulang dan promosi yang positif bagi prospek pasar yang lebih luas.
Bentuk Aksi:
  1. Bersikap sebagai tuan rumah yang baik dan rela membantu wisatawan.
  2. Memberi informasi tentang adat istiadat secara sopan.
  3. Para petugas bisa menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji.
  4. Menampilkan senyum dan keramahtamahan yang tulus.
7. Kenangan.
Tujuan: Menciptakan memori yang berkesan bagi wisatawan, sehingga pengalaman perjalanan/kunjungan wisata yang dilakukan dapat terus membekas dalam benak wisatawan, dan menumbuhkan motivasi untuk berkunjung ulang.
Bentuk Aksi:
  1. Menggali dan mengangkat keunikan budaya lokal.
  2. Menyajikan makanan dan minuman khas lokal yang bersih, sehat dan menarik.
  3. Menyediakan cenderamata yang menarik, unik/khas serta mudah dibawa.

 Jenis Jenis Usaha Kepariwisataan
 1.  Pengertian.
Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
 2.  Jenis Usaha Pariwisata.
Menurut Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Usaha pariwisata meliputi:
  1. Daya tarik wisata.
  2. Kawasan pariwisata.
  3. Jasa transportasi wisata.
  4. Jasa perjalanan wisata.
  5. Jasa makanan dan minuman.
  6. Penyediaan akomodasi.
  7. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.
  8. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran.
  9. Jasa informasi pariwisata.
  10. Jasa konsultan pariwisata.
  11. Jasa pramuwisata.
  12. Wisata tirta.
  13. Spa.


 Sumber : Pelatihan Fasilitator PNPM Pariwisata 2011, Manajemen Konsultan Stupa dan penulis